Pengantar New Criticism Afro American
New Criticism merupakan aliran kritik sastra di Amerika Serikat yang berkembang antara 1920-1960. Istilah New Criticism pertama kalai dikemukakan oleh John Crowe Ransom dala bukunya ”The New Criticism” (1940) dan ditopang oleh I.A. Richard melalui bukunya ”Principles of Literary Criticism” (1924) dan ”Science and Poetry” (1926) juga T.S. Elliot. Sejak Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren menerbitkan buku “Understanding Poetry” (1938), model kritik sastra ini mendapatkan perhatian yang luas di kalangan akademisi dan pelajar Amerika selama dua dekade. Penulis New Criticsm lainnya yang penting adalah, Allen Tte, R.P. Blackmur dan William K Wimsatt, Jr.
CHE Biopic: Film Legenda Perjalanan Revolusioner Che Guevara
Cerita mengenani dirinya memang tiada habisnya dan tak ada bosannya, mulai sepak terjangnya sebagai s eorang revolusioner marxis-Leninisme, statusnya s ebagai dokter sampai hobi berkelananya dengan m otor yang mengantarkan dia menjadi legenda perang g gerilya internasional. kisahnya pula telah banyak m engilhami film tentang dirinya.
Adalah Steven Soderbergh, salah satu sutradara yang mengangkat kembali perjalanan revolusioner sang dokter dalam sebuah karya film biopic CHE yang terdiri dari dua bagian film yang dibintangi Benecio Del Toro yang meraih prix d’interpretation masculine (aktor terbaik) dalam festival film Cannes.
Manusia di Tengah Badai Revolusi
Judul buku : Percikan Revolusi Subuh; kumpulan Cerita Pendek
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra, 2011
Perang Dunia kedua (1939-1945) merupakan salah satu perang terdahsyat dalam sejarah peradaban modern. Sejarah mencatat pula, perang tersebut kemudian memicu bangkitnya nasionalisme negeri-negeri terjajah di Asia dan Afrika untuk melepaskan diri dari belenggu kolonialisme. Di Indonesia, setelah Jepang menyerah pada Sekutu, Soekarno-Hatta menyatakan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. dan kemudian meletuslah ”revolusi kemerdekaan” (1945-1949).
Melalui buku percikan Revolusi Subuh; Kumplan Cerita Pendek Revolusi (Hasta Mitra 2001), pengarang terkemuka kita yang berulang kali dinominasikan meraih Hadiah Nobel Sastra, Pramoedya Ananta Toer, menuliskan kesaksiannya mengenai sisi gelap revolusi. Buku ini berasal dari dua kumpulan cerita pendek yang pernah terbit puluhan tahun silam dan kemudian disatukan: Percikan Revolusi (1950) dan Subuh (1951).
Novel Max Havelar; Sebuah Tinjauan Postkolonialis
Untuk zamannya MH dikenal sebagai novel yang inovatif dalam struktur naratifnya. Sastrowardoyo (1983: 46 ) berpendapat bahwa MH yang tampil dengan bahasa sehari-hari memiliki bahasa yang tidak terpulas-pulas serta susunan dan jalan cerita yang seolah-olah terbengkelai mengagetkan dunia sastraBelanda yang pada waktu itu masih terikat oleh adat bahasa yang usang. Dalamteks MH pembaca akan menjumpai puisi-puisi berbahasa non-Belanda.
Dalammenyampaikan pendapat terhadap permasalahan tertentu, misal sastra atau kolonialisme Max Havelaar —selanjutnya disingkat dengan MH— tidak segansegan menggunakan kutipan karya sastra. Disamping itu, kutipan yang dibiarkannya dalam bahasa aslinya, memberikan keanekaragam bahasa dalam MH. Sajak berbahasa Perancis maupun Jerman akan ditemukan dalam novel berbahasa Belanda ini tanpa diberikan terjemahannya secara langsung. Terjemahan ada dalam daftar lampiran atau lijst van noten. Kepintaran Multatuli merangkaikan karya sastra Melayu maupun Hindia Belanda dalam kesatuan cerita Max Havelaar memberikan warna sastra pada novel ini. Sajak-sajak dalam “ Saijah dan Adinda” yang menurut Du Peroon aslinya berbahasa Melayu, dinilai Sastrowardoyo (1983:60-64), telah mendapatkan dimensi politik kolonial Hindia Belanda di tangan Multatuli. Kutipan karya pengarang lain ini dipadukan, diramu ke dalam satu kesatuan cerita dan mendapatkan arti/fungsi di dalam struktur novel tersebut.
ANALISIS KONFLIK SOSIAL DAN POLITIK DALAM NOVEL “SAMAN” KARYA AYU UTAMI Tinjauan Sosiologi Sastra dan Marxis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Runtuhnya rezim orde baru tahun 1998 tidak hanya membawa kebebasan untuk bersuara, berpendapat dan berekspresi, Namun juga turut mempengaruhi perkembangan sastra Indonesia. Perkembangan ini ditandai dengan banyak bermunculan pengarang dan sastrawan baru yang kritis dan lugas dalam mengeluarkan karya-karya sastra yang bersifat experimental dengan menyuarakan kondisi-kondisi sosial yang selama ini menjadi hal tabu untuk dibicarakan untuk diangkat sebagai karya sastra. Banyak karya sastra pada zaman orde baru yang dicekal dan dilarang bahkan untuk menyimpan atau sekadar membaca karena dianggap tidak sesuai dengan rezim. Mungkin itu sebabnya ketika orde baru tumbang dan Soeharto dipaksa turun dari singgasananya dan militer tak bisa terlalu dominan dalam kehidupan politik di negeri ini buku-buku kiri yang tadinya dilarang dan hanya bisa diakses secara sembunyi-sembunyi dengan resiko hukuman penjara diterbitkan kembali secara luas dan ternyata laris manis (Anton Kurnia: 54-55,2004). Kini setelah reformasi orang bebas untuk membaca, memiliki, tanpa takut untuk dan sembunyi-sembunyi dan sekarang banyak kita jumpai serta diperjual-belikan di toko-toko buku. Novel-novel seperti karya Pramoedya Ananta Toer adalah contoh diantaranya, paling sering kena cekal dan dilarang terbit kini banyak kita temui di toko buku dan sangat menjamur.
Puisi Kecoa Pembangunan W.S. Rendra
Puisi Kecoa Pembangunan pernah dibawakan oleh Almarhum Rendra pada konser Kantata Takwa di Senayan Jakarta, 6 Juli 1998. Namun dalam konser akbar tersebut, pertunjukan konser tidak bisa dilanjutkan karena penontong dan aparat bentrok. Puisi kala itu dibacakan ditengah-tengah lagu Balada Pengangguran. Seperti diketahui Rendra termasuk dalam salah satu grup musik yang digawangi Setiawan Djodi, Iwan Fals, Sawung Jabo dkk, yang saat itu lagu-lagunya selalu bertemakan kritik sosial dan rezim orde baru. Kecoa Pembangunan sendiri secara langsung menyindir Soeharto sebagai pemimpin tertinggi rezim orde baru saat itu, yang jugs sering dijuluki sebagai Bapak Pembanngunan Orde Baru. Namun pembangunan orde baru yang sering didengung-dengunkan ternyata pembangunan yang timpang, penuh monopoli, bersifat militeristik, penggusuran dan berlumuran darah.
KECOA PEMBANGUNAN
Read the rest of this entry »
Soeharto dalam Cerpen Y.B. Mangunwijaya,
”Aparat brengsek, Harto harus turun!”….
”Jelas ta. Mbah, Soeharto turun…….
(Kunto, dalam cerpen Saran “Groot Majoo”r Prakoso)
Menjelang keruntuhan Orde Baru di bawah Soeharto tahun 1998, karya sastra seolah menemukan kebebasan dalam mengekspresikan karyanya yang selama ini dikekang oleh Orde Baru. Berbagai karya sastra itu yang sering kita temukan dalam bentuk cerpen atau biasa disebut sastra koran memang banyak bertebaran di media massa. Para penulisnya juga beragam dari lintas generasi dari yang muda sampai penulis kawakan.
Read the rest of this entry »
Surat Soeharto Untuk Pramoedya Ananta Toer
Mungkin agak telat, untuk memperingati wafatnya Pramoedya Ananta Toer, yang meninggal pada 30 April 2006 silam di Rumah Sakit St. Carolus, Salemba, Jakarta. Bulan April sudah lewat dan sekarang kita sudah menginjak bulan Mei. Tapi bagi kita, Pram tidak pernah mati, karena karya-karyanya yang fenomenal sudah bisa kita nikmati seiring perubahan reformasi 1998 yang berujung pada tergulingnya sang diktator Jenderal TNI Soeharto orang yang mengirimkannya ke Pulau Buru selama 14 tahun, tanpa pengadilan atau proses hukum karena dituduh terlibat G30S.
Sebagai dua insan, Soeharto dan Pramoedya adalah manusia yang lahir dalam satu angkatan/generasi. Jika Pramoedya Ananta Toer lahir pada tahun 1925 sedangkan Soeharto ditahun 1921, keduanya juga pernah mengenyam pendidikan militer, meskipun pada akhirnya Pramoedya keluar dari kemiliteran dengan pangkat terakhir Letnan Dua sedangkan Soeharto sebagai Jenderal TNI bintang lima bahkan menjadi Presiden RI.