RSS

Surat Soeharto Untuk Pramoedya Ananta Toer

10 Mei

Mungkin agak telat, untuk memperingati wafatnya Pramoedya Ananta Toer, yang meninggal pada 30 April 2006 silam di Rumah Sakit St. Carolus, Salemba, Jakarta. Bulan April sudah lewat dan sekarang kita sudah menginjak bulan Mei. Tapi bagi kita, Pram tidak pernah mati, karena karya-karyanya yang fenomenal sudah bisa kita nikmati seiring perubahan reformasi 1998 yang berujung pada tergulingnya sang diktator Jenderal TNI Soeharto orang yang mengirimkannya ke Pulau Buru selama 14 tahun, tanpa pengadilan atau proses hukum karena dituduh terlibat G30S.

Sebagai dua insan, Soeharto dan Pramoedya adalah manusia yang lahir dalam satu angkatan/generasi. Jika Pramoedya Ananta Toer lahir pada tahun 1925 sedangkan Soeharto ditahun 1921, keduanya juga pernah mengenyam pendidikan militer, meskipun pada akhirnya Pramoedya keluar dari kemiliteran dengan pangkat terakhir Letnan Dua sedangkan Soeharto sebagai Jenderal TNI bintang lima bahkan menjadi Presiden RI.

Mungkin kata yang lebih tepat adalah satu generasi beda nasib, Soeharto sang jenderal bintang lima juga Presiden RI yang berkuasa 32 tahun, sedangkan Pram seorang Sastrawan besar dengan karya-karya sastranya yang mampu mengoncangkan imajinasi, menggerakan emosi pembacanya., dan kandidat peraih nobel sastra (meskipun sampai akhir hayatnya nobel tak pernah ia raihnya).

Dibalik karya-karya besarnya, Pramoedya Ananta Toer adalah sosok yang sangat kontroversial dan keras kepala serta penuh dengan jiwa perlawanan. Sebagai seorang sastrawan yang telah diakui dunia karena karya-karya sastranya telah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa, Pram cukup dikenal di dunia Internasional. Itulah kenapa setelah menjalani hukuman pembuangan 14 tahun di Pulau Buru akhirnya Pram dibebaskan karena tekanan dunia Internasional terhadap rezim Soeharto yang membuangnya.

Meskipun telah dibebaskan dari Pulau Buru Pram masih menjalani wajip lapor ke Instasi Militer dan untuk KTP nya tentu masih dicantumi ET (Eks Tapol). Karena karya-karyanya, Pram masih menjadi sosok yang sangat dimusuhi dan diawasi oleh Soeharto beserta jajarannya pejabat Orde Baru. Itu kenapa, meskipun karya-karya sastra Pramoedya bertebaran di dunia Internasional tapi tidak untuk di negerinya Sendiri, Indonesia.

Lalu benarkan karya sastra itu benar-benar berbahaya yang mampu menggerakan orang untuk berbuat sesuatu? Dalam sebuah wawancara Pramoedya dengan Martin Aleida (Jurnal Prosa #2), Pram menceritakan bahwa ketika dirinya masih di Pulau Buru karyanya ”Bumi Manusia” beredar secara sembunyi-sembunyi menjadi bahan bacaan di kalangan tapol (tahanan politik). Dan pada suatu hari seorang tapol melarikan diri keluar dari camp tahanan dan lari ke hutan Buru yang terkenal lebat dan ganas itu.

Petugas penjaga dan kawan-kawanya pun mencarinya kemana namun tidak berhasil ditemukan, dan ketika ditemukan dia tidak mau balik meskipun telah dirayu sekalipun, dia menjawab ”Aku ingin jadi Minke”. Lalu apa yang membuat tapol itu nekat? Tak lain karena dia terinspirasi karakter Minke salah satu tokoh bacaan Pram ”Bumi Manusia”.

Lain lagi cerita ”Nyanyi Sunyi Seorang Bisu” (NSSB) yang juga salah satu karya Pramoedya Ananta Toer. Karena dianggap sangat kritis yang membuat Soeharto sebagai seorang penguasa tertinggi mengirimkan surat kepada Pramoedya Ananta Toer, yang isinya Soeharto memberikan nasehat agar setiap orang harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya. Dan inilah surat sang penguasa tertinggi Orde Baru saat itu.

===============================================================

Presiden

Republik Indonesia

Kepada:

Sdr. Pramoedya Ananta Toer

di Tefaat Pulau Buru

Saya telah menerima laporan dari PANGKOPKAMTIB Jendral TNI Soemitro tentang keadaan saudara-saudara.

Kekhilafan bagi seorang manusia adalah wajar, namun kewajaran itu harus pula ada kelanjutannya yang wajar. Yakni: Kejujuran, keberanian dan kemampuan untuk menemukan kembali jalan yang benar dan dibenarkan”.

Semoga Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Kasih memberi perlindungan dan bimbingan di dalam Saudara menemukan kembali jalan tersebut. Amin.

Berusaha dan bermohonlah kepadaNya.

Jakarta, 10 Nopember 1973

Presiden Republik Indonesia

(tanda tangan)

Soeharto

Jendral TNI

===============================================================

Lalu apa tanggapan Pramoedya Ananta Toer? Dibawah todongan pistol aparat, Pram dipaksa harus membalas Surat penguasa Orde Baru Jenderal TNI Soehaarto itu dengan kata-kata manis, hormat dan tentunya masih melalui penyensoran. Dalam sebuah kesempatan Pram pernah mengaku bahwa pada waktu menulis surat balasan untuk Soeharto, dirinya menitikan air mata karena harus menulis sesuatu yang tidak sesuai kata hatinya. Inilah surat balasan Pram kepada Soeharto:

===============================================================

Kepada Yth:

Bapak Presiden Republik Indonesia

Jendral Soeharto

Dengan hormat,

Terkejut dan terharulah saya menerima surat dari Bapak Presiden, karena tak pernah terkira-kirakan seorang tahanan politik akan mendapat kehormatan yang sedemikian besarnya. Beribu terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas waktu yang sangat berharga dan perhatian Bapak Presiden yang telah dilimpahkan pada saya.

Adalah besar sekali tulisan Bapak Presiden dalam surat tertanggal 10 November 1973 itu bahwa “Kekhilafan bagi manusia adalah wajar” dan “harus pula ada kelanjutannya yang wajar.”

Bapak Presiden RI yang terhormat,

Orang tua saya, dan barangkali demikian juga orang tua umumnya, mendidik saya untuk selalu mencintai kebenaran, keadilan dan keindahan, ilmu pengetahuan, nusa dan bangsa. Dengan pesangon itu saya memasuki dunia dan meninggalkan tapak-tapak kaki bekas perjalanan, yang dapat dinilai oleh siapapun. Maka karenanya surat Bapak Presiden RI yang berseru tentang “Kejujuran, keberanian, dan kemampuan untuk menemukan jalan kembali yang benar dan dibenarkan” adalah seakan-akan seruan dari orang tua sendiri yang selalu mencerlangkan nilai-nilai pesangon tersebut. Jiwa besar memaafkan kekhilafan dan tangan kuat diulurkan pada yang lemah.

Beribu terima kasih atas doa Bapak Presiden RI yang dipanjatkan kepada TYME, karena tak adalah perlindungan dan bimbingan yang benar diluarNya.

Berusaha dan memohon selalu.

Wanapura, November 1973.

Hormat dan salam

Dari tahanan politik no.641

Pramoedya Ananta Toer

===============================================================

Namun apa yang terjadi, 25 tahun kemudian setelah angin reformasi 1998 bergulir, Pram yang dinasehati Soeharto melalui kiriman suratnya ketika di Pulau Buru agar bertanggung jawab atas kewajaran kekhilafan dengan menerima konsekuensi kelanjutan atas kewajaran kekhilafannya. Pram membalas menasehati Soeharto melalui harian Kompas, dengan mengatakan bahwa setiap manusia harus bertanggung jawab atas pada perbuatannya. Dari pernyataan Pram melalui surat kabar, rupanya dia ingin menegaskan bahwa sejarah lah yang berhak menilai mana yang benar dan salah. Bukan atas penilaian dari orang yang berkuasa.

Hal itu juga yang sering saya tegaskan kepada kawan-kawan di gerakan mahasiswa prodem karena merasa frustasi dengan persepsi masyarakat dan teman-temannya bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh kita tidak usah terlalu dipikirkan dan bersedih karena dituduh sebagai gerakan yang dibayar, kurang kerjaan, mahasiswa telat lulus, pembolos dan hanya bikin macet jalanan, padahal tanpa ada demonstrasi dari mahasiswa juga jalanan juga sudah macet. Boleh lah kita dihujat hari ini tapi suatu saat segelintir mahasiswa yang turun ke jalan yang mungkin terinspirasi dari karya-karya Pram itu juga akan dielu-elukan bak pahlawan yang telah membebaskan negeri. Bukankah sejarah selalu berulang dan Pram telah membuktikan?

Enam tahun telah berlalu sejak kepergian Pramoedya Ananta Toer, terlepas dari sosoknya yang kontroversial, namun Pram telah memberikan inspirasi dan semangat lewat karya-karya besarnya. Bahwa menulis juga membutuhkan keberanian dan setiap individu yang membaca karena mampu menggerakan apa yang telah menjadi inspirasi yang membaca. Dengan segala pengorbanannya juga Pramoedya telah memberikan bukan hanya pelajaran, tapi juga sumbangsih yang luar biasa bukan hanya Indonesia tapi juga dunia bahwa setiap penindasan harus dilawan.

Namun miris jika mengetahui fakta bahwa Pram juga semakin dilupakan seiring angin kebebasan dalam memperoleh karya-karyanya oleh generasi muda di negeri ini sekarang. Bagaimana mungkin kelak kita bisa menjadi negeri yang besar, jika untuk menghargai jasa-jasa pendahulunya saja tidak mau, apalagi sekedar mengenal sosok pendahulunya.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Mei 10, 2011 inci Uncategorized

 

Tag: , , ,

Tinggalkan komentar